Program Nuklir Indonesia merupakan program Indonesia untuk membangun dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi nuklir baik di bidang non-energi maupun di bidang
energi untuk tujuan damai. Pemanfaatan non-energi di Indonesia sudah berkembang
cukup maju. Sedangkan dalam bidang energi (pembangkitan listrik), hingga tahun
2011 Indonesia masih berupaya mendapatkan dukungan publik, walaupun sudah
dianggap kalangan internasional bahwa Indonesia sudah cukup mampu dan sudah
saatnya menggunakannya.
Kegiatan pengembangan
dan pengaplikasian teknologi nuklir di Indonesia diawali dari pembentukan
Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet tahun 1954. Panitia Negara
tersebut mempunyai tugas melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya
jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di lautan Pasifik.
Dengan memperhatikan
perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan
masyarakat, maka melalui Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 1958, pada tanggal 5
Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang
kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berdasarkan UU No.
31 tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom. Selanjutnya setiap
tanggal 5 Desember yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan
teknologi nuklir di Indonesia dan ditetapkan sebagai hari jadi BATAN.
Pada perkembangan
berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, pada
tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di
Bandung. Kemudian berturut-turut, dibangun pula beberapa fasilitas litbangyasa
yang tersebar di berbagai pusat penelitian, antara lain Pusat Penelitian Tenaga
Atom Pasar Jumat, Jakarta (1966), Pusat Penelitian Tenaga Atom GAMA, Yogyakarta
(1967), dan Reaktor Serba Guna 30 MW (1987) disertai fasilitas penunjangnya,
seperti: fabrikasi dan penelitian bahan bakar, uji keselamatan reaktor,
pengelolaan limbah radioaktif dan fasilitas nuklir lainnya.
Sementara itu dengan
perubahan paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU No. 10 Tentang
Ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir (BATAN) dengan unsur pengawas tenaga nuklir
(BAPETEN).
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) didirikan tahun 1998.
Penelitian energi atom dimulai di Indonesia. Selain untuk memproduksi listrik,
teknologi nuklir juga digunakan untuk kegunaan medis, manipulasi genetika dan
agrikultur.
Rencana untuk program
PLTN dihentikan tahun 1997 karena penemuan gas alam Natuna dan krisis ekonomi dan politik. Tetapi
program ini kembali dijalankan sejak tahun 2005.
Indonesia menyatakan
bahwa, sebagai penandatangan NPT (Non-proliferation Treaty) dan Comprehensive
Safeguard Agreement program akan berkembang dengan pantauan International Atomic Energy Agency (IAEA). Oleh sebab itu, Mohammed ElBaradei diundang untuk mengunjungi negara ini
pada Desember 2006.
Protes terhadap
rencana ini muncul pada Juni 2007 didekat Jawa Tengah dan juga lonjakan pada pertengahan 2007.
Pada maret 2008,
melalui menteri Riset dan Teknologi, Indonesia memaparkan rencananya untuk
membangun 4 buah PLTN berkekuatan 4800 MWe (4 x 1200 MWe).
Lokasi reaktor nuklir
Untuk
penelitian, reaktor riset telah dibuat di Indonesia:
1.
Bandung, Jawa Barat. Pusat
Penelitian Tenaga Nuklir (PPTN) Bandung. (reaktor Triga Mark II - berkapasitas 250 kW diresmikan 1965 , kemudian
ditingkatkan kapasitasnya menjadi 2 MW pada tahun 2000 ).
2.
Yogyakarta, Daerah Istimewa
Yogyakarta (Reaktor penelitian
nuklir Kartini - kapasitas 100 kW operasi sejak 1979).
3.
Serpong (Banten).
(reaktor penelitian nuklir MPR RSG-GA Siwabessy - kapasitas 30 MW diresmikan
tahun 1987).
Berbagai
lokasi yang dipelajari kelayakannya sebagai calon tapak untuk membangun reaktor
untuk memproduksi listrik (PLTN):
Berdasarkan UU
No 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, PLTN hanya dapat dibangun dan
dioperasikan oleh perusahaan swasta, BUMN atau Koperasi. Sedangkan BATAN
berkewajiban menyiapkan infrastruktur dasar seperti persiapan SDM, studi
kelayakan calon tapak, kajian teknologi sebagai TSO (technical support
organization), dan pengolahan limbah.
Sumber daya alam
Indonesia
memiliki dua lokasi eksplorasi uranium, yaitu tambang Remaja-Hitam dan tambang Rirang-Tanah
Merah. Kedua uranium tersebut terletak di Kalimantan Barat. Jika uranium tidak cukup,
Indonesia memiliki pilihan mengimpor uranium yang banyak tersedia di pasaran
internasional.
Kerjasama
Indonesia
adalah anggota aktif IAEA (International Atomic Energy Agency) yang
berkedudukan di Vienna, Austria. Kerjasama multilateral via IAEA berlangsung
baik dan telah menghasilkan ratusan pakar dan ahli di Indonesia melalui
pelatihan di luar negeri maupun via kunjungan ekspert ke Indonesia. Selain itu
ada pula kerjasama regional di Asia dan Asean yang berlangsung saling
menguntungkan.
Pada tahun
2006, Indonesia menandatangani perjanjian dengan negara lain untuk nuklir,
termasuk Korea Selatan, Rusia, Australia dan Amerika Serikat. Australia tidak bermasalah untuk mengirim
uranium ke Indonesia, dan terdapat kesepahaman dengan pihak Rusia yang
menawarkan untuk membangun reaktor nuklir di Gorontalo.
Motivasi
Indonesia
memiliki beberapa alasan untuk membangun reaktor tersebut:
1.
Konsumsi energi Indonesia yang besar dengan jumlah penduduk
237 juta (sensus 2010).
2.
Nuklir akan mengurangi ketergantungan akan petroleum.
3.
Jika konsumsi energi dapat disediakan dengan nuklir,
Indonesia dapat memproduksi lebih banyak minyak bumi.
4.
Memproduksi energi yang dapat diperbaharui lainnya, seperti
angin dan tenaga matahari lebih mahal.
5.
Jepang, seperti Indonesia, sering terkena gempa
bumi, tetapi memiliki reaktor nuklir.
6.
Emisi gas dapat dikurangi.
Kritik
Rencana nuklir
Indonesia dikritik oleh Greenpeace dan grup individual lainnya, seperti Gus Dur. Pada Juni 2007, hampir 4.000
demonstran di Jawa Tengah meminta pemerintah membatalkan rencana pembangunan
reaktor nuklir. Mereka menolaknya karena bahaya limbah nuklir, dan lokasi Indonesia
di Cincin Api Pasifik, dengan
banyak aktivitas geologi, seperti gempa bumi dan letusan gunung, sehingga
berbahaya untuk memiliki reaktor nuklir.
Sumber :
Menanggapi
artikel diatas menurut saya, teknologi nuklir untuk pembangkit tenaga listrik
memang sangat baik untuk menghemat minyak bumi, sangat ramah lingkungan juga
sangat efisien. Teknologi seperti ini merupakan penemuan penting yang pernah
ada di bumi. Karena itu pemerintah Indonesia sepertinya sangat menginginkan
Indonesia memiliki PLTN untuk memenuhi konsumsi listrik di negara ini. Namun
apakah pemerintah sudah memikirkan matang-matang mengenai rencana pembangunan
PLTN ini? Apakah dampak-dampak yang ditimbulkan bisa diantisipasi oleh pemerintah?
Kemanakah limbah radioaktif itu akan dibuang?
Sebenarnya
masih banyak pertanyaan-pertanyaan seputar dampak pembangunan PLTN yang ingin
saya ajukan tetapi disini saya akan membahas pokok-pokoknya saja. Seperti kita
ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh cincin api.
Belum ada alat-alat canggih yang bisa memprediksi kapan akan terjadinya patahan
lempeng bumi disekitar cincin api tersebut. Jika saja tiba-tiba terjadi patahan
lempeng didekat lokasi PLTN dan menyebabkan gempa bumi dan tsunami lalu
menyebabkan bocornya radioaktif seperti yang terjadi di Fukushima, Jepang
beberapa waktu lalu, apakah Indonesia siap dengan kerugian-kerugian yang
disebabkan bocornya radioaktif tersebut?
Jepang
membangun PLTN karena mereka memang tidak memiliki energy alternative lain,
sedangkan Indonesia memiliki segudang energy alternative yang belum
dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah. Belum lagi dengan limbah radioaktif
yang mempunyai masa paruh 24.000 tahun lamanya sedangkan usia produktif suatu
PLTN adalah 40 tahun. Siapa yang sanggup bertanggungjawab selama 24.000 tahun
lamanya?
Lalu mengenai bangunan
bekas PLTN tersebut apakah Indonesia sanggup membayar beratus-ratus triliun
hanya untuk memusnahkan bangunan bekas PLTN atau malah nanti terbengkalai begitu
saja?
Jujur saja untuk
masalah pembangunan PLTN di Indonesia saya tidak menyetujinya dengan alasan
apapun. Indonesia masih memiliki sumber daya atau energi alternatif yang lain
yang tidak memiliki banyak kerugian dibanding keuntungannnya.
Sekian.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar